KONFLIK TELAH USAI, TINGGAL WUJUDKAN 'PEKERJAAN RUMAH' KERATON KASUNANAN SURAKARTA HADININGRAT

              Komplek Keputren (foto: Kompas)

Konflik internal Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bermula tahun 2004 ketika Pakubuwono XII tidak menunjuk pewaris tahta Kasunanan Solo untuk masa sepeninggalnya. Konflik terjadi di antara saudara-saudara lain ibu yang jumlahnya cukup banyak. Dua pangeran yang kemudian masing-masing mendeklarasikan diri di tahun 2004 adalah Sinuhun Hangabehi dan Sinuhun Tedjowulan. Hangabehi, putra tertua, bertahta di dalam keraton dengan dukungan utama dari saudara satu ibunya termasuk Gusti Moeng. Tedjowulan bertahta di luar keraton dengan dukungan saudaranya yang merasa dirinya lebih mampu memimpin keraton.

Setelah rekonsiliasi tahun 2012 yang memberikan jabatan Mahapatih kepada Tedjowulan, konflik tak juga berakhir. GKR Koes Moertiyah Wandansari (Gusti Moeng) dan saudara-saudaranya tak setuju dengan rekonsiliasi, kemudian membentuk Lembaga Dewan Adat (LDA). LDA ini yang menyewa pendekar untuk menyandera dwitunggal PB XIII dan Mahapatih, dan melakukan kudeta terhadap PB XIII yang diikuti drama penjebolan pintu keraton oleh massa yang khawatir keselamatan PB XIII. 

.                                            (foto: istimewa)

Uniknya, gimmik drama konflik ini terjadi bersamaan saat proses judicial review (peninjauan kembali materi) terhadap UU 10/1950 tentang Pendirian Provinsi Jawa Tengah sedang berlangsung. Peraturan ini menghapus Gouvernement Soerakarta yang diakui Belanda sampai tahun 1942 dan pengakuan kekuasaan oleh Soekarno di awal kemerdekaan. Praktis sejak saat itu Keraton Surakarta Hadiningrat menjadi tak lagi berwibawa, karena kehilangan kontrol terhadap daerah tradisionalnya.
Harapannya, dengan dibatalkannya UU 10/1950, para ningrat di Solo bisa mendapatkan kembali area yang hilang tersebut. Tetapi konflik ini sangat jelas menunjukkan bahwa tanpa stabilitas politik di internal keraton, bagaimana mungkin pemerintah memberikan kuasa lebih di luar tembok keraton (?).

Hal unik kedua, konflik ini meruntuhkan wibawa Keraton Surkarta Hadiningrat di mata masyarakat. Kecanggihan media membuat konflik ini dapat dengan mudah terekam awam melalui televisi: ternyata perilaku keturunan langsung raja yang hidup di dalam tembok keraton tak lebih baik dari konflik yang sering ditayangkan sinetron. Aksi tersebut menjadi ingatan kolektif masyarakat atas pelanggaran langsung pranata kraton yang selama ini dipercaya.
Atas situasi ini PB XIII tampaknya harus segera mengambil inisiatif untuk melakukan rekonsiliasi dengan adik-adiknya, yaitu adik kandung, adik tiri dan adik ipar yang jumlahnya puluhan. Hal ini sekaligus menjadi tantangan dan bukti kepemimpinan PB XIII, baik di antara bangsawan keraton maupun untuk masyarakat. Tanpa kepemimpinan yang kuat, konflik nampaknya masih akan panjang walaupun hanya berinti pada putra-putri dan menantu PB XII.

    Sinuhun Panembahan Ageng Gusti                Tejowulan

Konflik politik yang tak melibatkan identitas dan kepercayaan, hampir selalu bisa diselesaikan dengan pembagian sumber ekonomi. Apalagi saat ini dana hibah dari pemerintah pusat dan provinsi juga ditahan, demi jangan sampai berebut pepesan kosong dengan menghancurkan warisan sejarah yang dibangun para leluhur sejak empat abad silam. 

Minggu (2/4/2017) konflik kembali mengemuka dengan bermula dari peristiwa pembongkaran paksa sekat pembatas di area dalam keraton yang menghubungkan Sasana Narendra dan Langen Katong oleh Tim Lima yang dibentuk PB XIII. Hal itu berimbas pada penutupan akses wisata keraton. Penutupan berlangsung selama dua hari sejak Selasa (4/4/2017) hingga Rabu (5/4/1017). "Suasana masih kurang kondusif, kita tutup akses wisata ke keraton, museum dan perpustakaan sementara waktu," ucap Plt PB XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger, di Kori Magangan, Keraton Surakarta, Rabu (5/4/2017).

Agustus 2019, sejumlah kerabat keraton merasa terusir menyusul dilayangkannya surat dari SISKS Pakoe Boewono (PB) XIII. Dalam surat itu, Raja Keraton Solo meminta 14 nama yang tercantum untuk mengosongkan tanah dan bangunan keraton yang dipakai. Surat yang dilayangkan nomor 011/PBXIII-KKSH/VIII/2019 tertanggal 26 Agustus 2019 dan ditandatangani Raja PB XIII. Empat belas nama yang tercantum adalah GPH Puger, GRAy Koes Moertiyah (Gusti Moeng), KP Eddy Wirabhumi, GRAy Koes Supiyah, GRAy Koes Handariyah, GRAy Isbandiyah, GRAy Koes Indriyah, GRAy Timoer Rumbai Dewayani, BRM Bimo Rantas SRHW, BRM Adityo Soeryo Harbanu, Sardiatmo Brotodiningrat, BRM Djoko Marsaid, RM Djoko Budi Suharnowo, dan KRMH Bambang Sutedjo.

Juru Bicara Lembaga Dewan Adat, Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi mengatakan terkait munculnya surat itu, dirinya menilai ada pihak yang merasa tidak nyaman atas kondisi keraton yang sedikit mereda. Ketika 2004 saat terjadi proses pergantian tahta, keluarga besar keraton yang tergabung dalam komunitas adat mendorong, memproses, dan menyepakati agar Hangabehi menjadi Raja PB XIII.

Juru Bicara Lembaga Dewan Adat, KP Eddy Wirabhumi

"Kesepakatan adat itu selanjutnya menjadi dokumen Lembaga Dewan Adat. Artinya, komunitas adat meneguhkan diri hanya mengakui Hangabehi sebagai PB XIII. Sehingga dapat diartikan bahwa LDA yang mendudukkan dan memberi legitimasi Hangabehi sebagai Raja PB XIII.
Sehingga tudingan menempati dan memanfaatkan bangunan bangunan keraton tanpa izin sebagaimana yang dialamatkan tidak berdasar. Sebab sebelumnya sudah ada izin dari Raja terdahulu, yakni PB XII. Sehingga aturan yang disampaikan PB XIII tidak bisa berlaku surut", terang Wirabhumi, Selasa (3/9/2019).

Sementara itu, Kuasa Hukum Raja PB XIII, KP Ferry Firman Nurwahyu membantah surat yang dilayangkan adalah sebagai bentuk pengusiran. Namun yang benar adalah Raja PB XIII selaku pemimpin di keraton melakukan penertiban.
“Penertiban seperti ini bukan yang pertama kali, namun telah berkali kali. Ulahnya dilakukan oleh orang yang sama. Seperti tahun 2017 lalu, ada permintaan bantuan pengamanan dalam rangka penertiban terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang menduduki, memanfaatkan tanah dan bangunan keraton", ucap Ferry.

Saat itu penertiban dilakukan terhadap Gusti Puger, Gusti Moeng, dan KP Eddy Wirabhumi yang dinilai menempati atau menguasai keraton sekitar empat tahun. Sehingga Raja PB XIII tidak bisa melaksanakan kepemimpinannya dengan sempurna, di antaranya tidak bisa melaksanakan jumenengan (peringatan raja naik tahta). 
Selain menduduki keraton, Gusti Moeng dan lainnya juga menguasai bangunan- bangunan di sekitar Kori Kamandungan maupun alun-alun utara.
"Mereka menempati bangunan-bangunan itu tanpa izin dari Sinuhun Raja PB XIII. Jadi penertiban ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan kepentingan pribadi,” tegas Ferry.

Terlepas dari adanya riak-riak kecil tersebut, sebelumnya pada Maret 2019, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah mengatakan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang sempat mengalami konflik selama bertahun-tahun, akhirnya bisa berdamai dan terselesaikan. Kesepakatan damai internal Keraton Solo itu akan membuat sistem pemerintahan di Keraton Surakarta bisa kembali berjalan.
Kesepakatan damai internal Keraton Solo itu akan menjadi titik awal kebangkitan Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai pusat peradaban, kebudayaan dan penelitian serta pariwisata.

"Jadi, setelah kita cukup lama berkomunikasi bagaimana kemudian kita menghidupkan kembali seluruh sistem yang ada dalam keraton ini. Maka, Alhamdulillah dari keraton kita bicara sangat intens. Hari ini, semua bisa bersepakat semua bisa kembali untuk menjalankan roda pemerintahan di keraton. Kami dari masyarakat semuanya mendukung, lalu kita buat resik-resik bersama, agar makin kinclong. Pada saat yang sama, seluruh daya upaya yang dimiliki untuk membangun keraton kita kerahkan,” kata Ganjar di sela kegiatan resik-resik Keraton Solo, Jumat (29/3/2019). 

Ganjar lebih lanjut menjelaskan, untuk menghidupkan kembali Keraton Solo sebagai destinasi wisata, pemprov menyerahkan bantuan keuangan sebesar Rp225 juta dan diterima Kanjeng Ratu Paku Buwono XIII. Pemprov akan memberikan pendampingan sistem pemerintahan, dan juga upaya pembangunan Keraton Solo.
“Kalau soal pembangunan Keraton Solo dari segi fisik, Kementerian PUPR siap untuk membantunya. Jadi, tinggal menunggu saja pembangunan fisik akan dilaksanakan,” tandasnya. 

Penandasan ini sekaligus menjadi kejelasan formula mendasar solusi yang ditawarkan oleh pemerintah. Termasuk formula perlunya pembentukan unit pelaksana teknis (UPT) Keraton sebagai manajemen penyelenggaraan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam kedudukan sebagai pelestari adat budaya atistokrasi Mataram Islam.

Dan kembali, drama 'terkuncinya' putri raja di Keputren, Kamis hingga Sabtu (11-13/2/2021) kemarin hanyalah sebuah riak kecil tanpa makna. Sebab, yang terpenting sekarang adalah perwujudan formula solusi dan itikad pemerintah yang hendak merevitalisasi fisik dan fungsi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk kembali menjadi cagar pelestarian adat budaya dan pendidikan budipekerti warisan leluhur bangsa.•
(NTO: humasjateng, UGM)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRESTUI SUSUHUNAN PAKU BUWONO XIII, REVITALISASI KARATON ALIT PESANGGRAHAN LANGENHARJO DIKOORDINASIKAN DENGAN BPCB JAWA TENGAH

The Director General of the Ministry of Trade who became a suspect in the cooking oil case

The AUTHORNEY GENERAL'S OFFICE BUILDING HAS NEVER SUFFERED SIGNIFICANT DAMAGE SINCE IT WAS INAUGURATED.